Kamis, 12 September 2013

Sifat2 suami yang di ajarkan islam

   Saya kutip dari muslim.or.id  :

1. Shalih Dan Taat Beribadah
Keshalehan dan ketakwaan seorang
hamba adalah ukuran kemuliaannya
di sisi Allah Ta’ala , sebagaimana
dalam firman-Nya:
{ ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ }
“Sesungguhnya orang yang paling
mulia di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di antara kamu ” (QS
al-Hujuraat: 13).
Seorang kepala rumah tangga yang
selalu taat kepada Allah Ta’ala akan
dimudahkan segala urusannya, baik
yang berhubungan dengan dirinya
sendiri maupun yang berhubungan
dengan anggota keluarganya. Allah
Ta’ala berfirman:
{ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟﺎً . ﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ
ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻻ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐُ }
“Barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan memberikan
baginya jalan keluar (dalam semua
masalah yang dihadapinya), dan
memberinya rezki dari arah yang
tidak disangka-sangkanya ” (QS. ath-
Thalaaq:2-3).
Dalam ayat berikutnya Allah
berfirman:
{ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﻳُﺴْﺮﺍً }
“Barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan menjadikan
baginya kemudahan dalam (semua)
urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).
Artinya: Allah Ta’ala akan
meringankan dan memudahkan
(semua) urusannya, serta
menjadikan baginya jalan keluar dan
solusi yang segera (menyelesaikan
masalah yang dihadapinya) 8 .
Bahkan dengan ketakwaan seorang
kepala rumah tangga, dengan
menjaga batasan-batasan syariat-
Nya, Allah Ta’ala akan memudahkan
penjagaan dan taufik-Nya untuk
dirinya dan keluarganya,
sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam:
“Jagalah (batasan-batasan/syariat)
Allah maka Dia akan menjagamu,
jagalah (batasan-batasan/syariat)
Allah maka kamu akan mendapati-
Nya dihadapanmu ”9 .
Makna “menjaga (batasan-batasan/
syariat) Allah ” adalah menunaikan
hak-hak-Nya dengan selalu
beribadah kepada-Nya, serta
menjalankan semua perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya 10. Dan
makna “kamu akan mendapati-Nya
dihadapanmu”: Dia akan selalu
bersamamu dengan selalu memberi
pertolongan dan taufik-Nya
kepadamu11 .
Penjagaan Allah Ta’ala dalam hadits
ini juga mencakup penjagaan
terhadap anggota keluarga hamba
yang bertakwa tersebut 12.
2. Bertanggung Jawab Memberi
Nafkah Untuk Keluarga
Menafkahi keluarga dengan benar
adalah salah satu kewajiban utama
seorang kepala keluarga dan dengan
inilah di antaranya dia disebut
pemimpin bagi anggota keluarganya.
Allah Ta’ala berfirman:
{ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝُ ﻗَﻮَّﺍﻣُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﺑِﻤَﺎ ﻓَﻀَّﻞَ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑَﻌْﻀَﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ ﻭَﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﻔَﻘُﻮﺍ ﻣِﻦْ
ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻬِﻢْ}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum perempuan, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka ” (QS an-
Nisaa’: 34).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala
berfirman:
{ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟُﻮﺩِ ﻟَﻪُ ﺭِﺯْﻗُﻬُﻦَّ ﻭَﻛِﺴْﻮَﺗُﻬُﻦَّ
ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ }
“Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma’ruf ” (QS al-
Baqarah: 233).
Dalam hadits yang shahih, ketika
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam ditanya tentang hak
seorang istri atas suaminya, beliau 
bersabda: “ Hendaknya dia memberi
(nafkah untuk) makanan bagi istrinya
sebagaimana yang dimakannya,
memberi (nafkah untuk) pakaian
baginya sebagaimana yang
dipakainya, tidak memukul wajahnya,
tidak mendokan keburukan baginya
(mencelanya), dan tidak
memboikotnya kecuali di dalam
rumah (saja) ”13.
Tentu saja maksud pemberian
nafkah di sini adalah yang
mencukupi dan sesuai dengan
kebutuhan, tidak berlebihan dan
tidak kurang. Karena termasuk sifat
hamba-hamba Allah Ta’ala yang
bertakwa adalah mereka selalu
mengatur pengeluaran harta mereka
agar tidak terlalu boros adan tidak
juga kikir. Allah Ta’ala berfirman:
{ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻧْﻔَﻘُﻮﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺴْﺮِﻓُﻮﺍ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻘْﺘُﺮُﻭﺍ
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺑَﻴْﻦَ ﺫَﻟِﻚَ ﻗَﻮَﺍﻣًﺎ }
“Dan (hamba-hamba Allah yang
beriman adalah) orang-orang yang
apabila mereka membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-
lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan mereka) di
tengah-tengah antara yang
demikian” (QS al-Furqaan:67).
Artinya: mereka tidak mubazir
(berlebihan) dalam membelanjakan
harta sehingga melebihi kebutuhan,
dan (bersamaan dengan itu) mereka
juga tidak kikir terhadap keluarga
mereka sehingga kurang dalam
(menunaikan) hak-hak mereka dan
tidak mencukupi (keperluan) mereka,
tetapi mereka (bersikap) adil
(seimbang) dan moderat (dalam
pengeluaran), dan sebaik-baik
perkara adalah yang moderat
(pertengahan)14 .
Ini semua mereka lakukan bukan
karena cinta yang berlebihan kepada
harta, tapi kerena mereka takut akan
pertanggungjawaban harta tersebut
di hadapan Allah Ta’ala di hari
kiamat kelak. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “ Tidak akan bergeser dua
telapak kaki seorang hamba pada
hari kiamat sampai dia ditanya
(dimintai pertanggungjawaban)
tentang umurnya kemana
dihabiskannya, tentang ilmunya
bagaimana dia mengamalkannya,
tentang hartanya; dari mana
diperolehnya dan ke mana
dibelanjakannya, serta tentang
tubuhnya untuk apa
digunakannya” 15.
3. Memperhatikan Pendidikan
Agama Bagi Keluarga
Ini adalah kewajiban utama seorang
kepala rumah tangga terhadap
anggota keluarganya. Allah Ta’ala
berfirman:
{ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ
ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ ﻧَﺎﺭﺍً ﻭَﻗُﻮﺩُﻫَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻭَﺍﻟْﺤِﺠَﺎﺭَﺓُ }
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu ” (QS at-
Tahriim:6).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu ,
ketika menafsirkan ayat di atas,
beliau berkata: “(Maknanya):
Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu
sendiri dan keluargamu” 16 .
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di
berkata: “Memelihara diri (dari api
neraka) adalah dengan mewajibkan
bagi diri sendiri untuk melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya, serta bertobat dari
semua perbuatan yang menyebabkan
kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun
memelihara istri dan anak-anak (dari
api neraka) adalah dengan mendidik
dan mengajarkan kepada mereka
(syariat Islam), serta memaksa
mereka untuk (melaksanakan)
perintah Allah. Maka seorang hamba
tidak akan selamat (dari siksaan
neraka) kecuali jika dia (benar-
benar) melaksanakan perintah Allah
(dalam ayat ini) pada dirinya sendiri
dan pada orang-orang yang dibawa
kekuasaan dan tanggung
jawabnya”17.
Dalam sebuah hadits shahih, ketika
shahabat yang mulia, Malik bin al-
Huwairits radhiallahu’anhu dan
kaumnya mengunjungi Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam selama
dua puluh hari untuk mempelajari
al-Qur-an dan sunnah beliau,
kemudian Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
kepada mereka: “Pulanglah kepada
keluargamu, tinggallah bersama
mereka dan ajarkanlah (petunjuk
Allah Ta’ala) kepada mereka ” 18.
4. Pembimbing Dan Motivator
Seorang kepala keluarga adalah
pemimpin dalam rumah tangganya,
ini berarti dialah yang bertanggung
jawab atas semua kebaikan dan
keburukan dalam rumah tangganya
dan dialah yang punya kekuasaan,
dengan izin Allah Ta’ala , untuk
membimbing dan memotivasi
anggota keluarganya dalam kebaikan
dan ketaatan kepada Allah Ta’ala .
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “ Ketahuilah,
kalian semua adalah pemimpin dan
kalian semua akan dimintai
pertanggungjawaban tentang apa
yang dipimpinnya…seorang suami
adalah pemimpin (keluarganya) dan
dia akan dimintai
pertanggungjawaban tentang
mereka ”19.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam mencontohkan sebaik-baik
teladan sebagai pembimbing dan
motivator. Dalam banyak hadits yang
shahih, beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam selalu memberikan
bimbingan yang baik kepada orang-
orang yang berbuat salah,
sampaipun kepada anak yang masih
kecil.
Beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam pernah melihat seorang
anak kecil yang berlaku kurang
sopan ketika makan, maka beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam menegur
dan membimbing anak tersebut,
beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “ Wahai anak
kecil, sebutlah nama Allah (ketika
hendak makan), makanlah dengan
tangan kananmu dan makanlah
(makanan) yang ada di depanmu”20 .
Dalam hadits lain, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam pernah
melarang cucu beliau, Hasan bin ‘Ali
radhiallahu’anhu memakan kurma
sedekah, padahal waktu itu Hasan
masih kecil, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “ Hekh hekh ” agar Hasan
membuang kurma tersebut,
kemudian beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “ Apakah kamu
tidak mengetahui bahwa kita
(Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan keturunannya) tidak
boleh memakan sedekah? ”21 .
Imam Ibnu Hajar menyebutkan di
antara kandungan hadits ini adalah
bolehnya membawa anak kecil ke
mesjid dan mendidik mereka dengan
adab yang bermanfaat (bagi mereka),
serta melarang mereka melakukan
sesuatu yang membahayakan mereka
sendiri, (yaitu dengan) melakukan
hal-hal yang diharamkan (dalam
agama), meskipun anak kecil belum
dibebani kewajiban syariat, agar
mereka terlatih melakukan kebaikan
tersebut22 .
Memotivasi anggota keluarga dalam
kebaikan juga dilakukan dengan
mencontohkan dan mengajak
anggota keluarga mengerjakan amal-
amal kebaikan yang disyariatkan
dalam Islam.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “ Semoga Allah
merahmati seorang laki-laki yang
bangun di malam hari lalu dia
melaksanakan shalat (malam),
kemudian dia membangunkan
istrinya, kalau istrinya enggan maka
dia akan memercikkan air pada
wajahnya… ”23.
Teladan baik yang dicontohkan
seorang kepala keluarga kepada
anggota keluarganya merupakan
sebab, setelah taufik dari Allah
Ta’ala untuk memudahkan mereka
menerima nasehat dan
bimbingannya. Sebaliknya, contoh
buruk yang ditampilkannya
merupakan sebab besar jatuhnya
wibawanya di mata mereka.
Imam Ibnul Jauzi membawakan
sebuah ucapan seorang ulama salaf
yang terkenal, Ibrahim al-Harbi24.
Dari Muqatil bin Muhammad
al-’Ataki, beliau berkata: Aku pernah
hadir bersama ayah dan saudaraku
menemui Abu Ishak Ibrahim al-
Harbi, maka beliau bertanya kepada
ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”.
Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka)
beliau berkata (kepada ayahku):
“Hati-hatilah! Jangan sampai mereka
melihatmu melanggar larangan
Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di
mata mereka” 25 .
5. Bersikap Baik Dan Sabar Dalam
Menghadapi Perlakuan Buruk
Anggota Keluarganya
Seorang pemimpin keluarga yang
bijak tentu mampu memaklumi
kekurangan dan kelemahan yang ada
pada anggota keluarganya, kemudian
bersabar dalam menghadapi dan
meluruskannya.
Ini termasuk pergaulan baik
terhadap keluarga yang
diperintahkan dalam firman Allah
Ta’ala :
{ ﻭَﻋَﺎﺷِﺮُﻭﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺮِﻫْﺘُﻤُﻮﻫُﻦَّ
ﻓَﻌَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﺗَﻜْﺮَﻫُﻮﺍ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﻳَﺠْﻌَﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻴﻪِ
ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ }
“Dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian jika kamu
tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak” (QS an-Nisaa’: 19).
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “ Berwasiatlah
untuk berbuat baik kepada kaum
wanita, karena sesungguhnya wanita
diciptakan dari tulang rusuk (yang
bengkok), dan bagian yang paling
bengkok dari tulang rusuk adalah
yang paling atas, maka jika kamu
meluruskannya (berarti) kamu
mematahkannya, dan kalau kamu
membiarkannya maka dia akan terus
bemgkok, maka berwasiatlah (untuk
berbuat baik) kepada kaum
wanita” 26.
Seorang istri bagaimanapun baik
sifat asalnya, tetap saja dia adalah
seorang perempuan yang lemah dan
asalnya susah untuk diluruskan,
karena diciptakan dari tulang rusuk
yang bengkok, ditambah lagi dengan
kekurangan pada akalnya. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
“ ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺧﻠﻘﺖ ﻣﻦ ﺿﻠﻊ ﻟﻦ ﺗﺴﺘﻘﻴﻢ ﻟﻚ
ﻋﻠﻰ ﻃﺮﻳﻘﺔ ”
“Sesungguhnya perempuan
diciptakan dari tulang rusuk (yang
bengkok), (sehingga) dia tidak bisa
terus-menerus (dalam keadaan)
lurus jalan (hidup)nya ” 27.
Dalam hadits lain Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam menyifati
perempuan sebagai:
“… ﻧﺎﻗﺼﺎﺕ ﻋﻘﻞ ﻭﺩﻳﻦ ”
“…Orang-orang yang kurang (lemah)
akal dan agamanya” 28.
Maka seorang istri yang demikian
keadaannya tentu sangat
membutuhkan bimbingan dan
pengarahan dari seorang laki-laki
yang memiliki akal, kekuatan,
kesabaran, dan keteguhan pendirian
yang melebihi perempuan29. Oleh
karena itulah, Allah Ta’ala
menjadikan kaum laki-laki sebagai
pemimpin dan penegak urusan kaum
perempuan.
Seorang laki-laki yang beriman tentu
akan selalu menggunakan
pertimbangan akal sehatnya ketika
menghadapi perlakuan kurang baik
dari orang lain, untuk kemudian dia
berusaha menasehati dan
meluruskannya dengan cara yang
baik dan bijak, terlebih lagi jika
orang tersebut adalah orang yang
terdekat dengannya, yaitu istri dan
anak-anaknya. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “ Janganlah seorang lelaki
beriman membenci seorang wanita
beriman, kalau dia tidak menyukai
satu akhlaknya, maka dia akan
meridhai/menyukai akhlaknya yang
lain”30.
6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi
Anak Dan Istrinya
Termasuk sifat hamba-hamba Allah
Ta’ala yang beriman adalah selalu
mendoakan kebaikan bagi dirinya
dan anggota keluarganya. Allah
Ta’ala berfirman:
{ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻨَﺎ
ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺎﺗِﻨَﺎ ﻗُﺮَّﺓَ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﺇِﻣَﺎﻣًﺎ }
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya
Rabb kami, anugerahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyejuk hati (kami),
dan jadikanlah kami imam (panutan)
bagi orang-orang yang bertakwa ” (QS
al-Furqaan: 74).
Dalam hadits yang shahih, ketika
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam menjelaskan tentang
kewajiban seorang suami terhadap
istrinya, diantaranya: “…Dan tidak
mendokan keburukan baginya” 31.
Maka kepala keluarga yang ideal
tentu akan selalu mengusahakan dan
mendoakan kebaikan bagi anggota
keluarganya, istri dan anak-anaknya,
bahkan inilah yang menjadi sebab
terhiburnya hatinya, yaitu ketika
menyaksikan orang-orang yang
dicintainya selalu menunaikan
ketaatan kepada Allah Ta’ala